"Para juara melakukan pekerjaan dan menikmati hari-hari mereka dengan sikap gembira dan antusias. Mereka mencintai pekerjaan mereka bukan semata-mata apa yang mereka peroleh, tetapi lebih karena proses yang mereka lalui akan menciptakan pertumbuhan untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi"
(Darmadi Darmawangsa)
Beberapa hari lagi pergantian tahun akan segera kita alami, tentu banyak hal yang telah terjadi di tahun ini, juga harapan di tahun mendatang. Refleksi diri, semangat diri, asa diri, juga introspeksi diri akan dan selalu menjadi hal yang akan kita lakukan. Sengaja atau tidak, akan selalu ada saja banyak gejolak rasa saat kita mengakhiri pergantian tahu tersebut.
Mengutip apa yang pernah dikatakan seorang teman 2 tahun lalu,"Saat pergantian tahun, meski aku sering ikut berteriak dan meniupkan terompet, juga kadang meletupkan mercon atau melemparkan kembang api, tetap saja ada duka di balik gembira. Tetap pula ada bulir airmata selepas teriakan gembira, apalagi keheningan selepas sorak dan teriakan bergegap rasa di jelang pagi menjelang".
Namun kali ini bukan kemeriahan rasa dan taburan emosi yang ingin kutuliskan, tapi sebuah cerita yang kudapatkan dari seorang guru bijak yang saat ini tetap dan selalu menaburkan kebijaksanaannya. Kakek guru, begitulah kami biasa memanggilnya. Beliaupun biasa memanggilku murid ke-13, karena memang itulah urutan nomorku saat terdaftar di komunitas berbagi rasa.
****
"Alkisah di sebuah kota kecil hiduplah tiga lelaki kekar ran perkasa. Mereka bertiga telah bersahabat sejak kecil, dan hingga dewasa merekapun menjalani profesi yang sama sebagai tukang bangunan.
Suatu ketika mereka diminta oleh sang penguasa untuk membuat sebuah bangunan, dan dipilihlah satu tempat persis di ujung kota. Alhasil, mulailah mereka membuat bangunan sebagaimana yang dipesankan oleh sang penguasa.
Seminggu kemudian, seorang kakek melewati tempat mereka sedang bekerja. Melihat apa yang sedang mereka kerjakan, rasa penasaran muncul sehingga kakek itu kemudian bertanya pada pemuda yang pertama.
"Apa yang sedang kau lakukan cucuku?".
'Aku sedang menyusun batubata dengan adukan semen kek,' ucapnya tanpa menoleh sedikitpun.
Mendengar jawabannya, kakek itupun lalu berlalu meski pikirannya masih penuh tanda tanya.
Keesokan harinya, kakek itu kembali melewati tempat ketiga pemuda tersebut bekerja. Ia teringat akan jawaban pemuda pertama yang belum memuaskannya, bahkan membuatnya bingung.
'Sedang mengerjakan apa cucuku? " tanyanya pada pemuda kedua
"Aku sedang membuat bangunan kek, ini pondasinya kek baru saja selesai," jawabn pemuda tersebut dengan sedikit menoleh.
Kakek itupun berlalu, namun rasa penasarannya belumlah terjawab.
"Besok aku akan kembali kesini, akan kutanyakan pada pemuda ketiga mungkin saja ia dapat memuaskan dan menjawab rasa penasaranku," pikirnya sambil berlalu.
Esoknya ia kembali, lalu bertemu dan bertanya hal yang sama.
"Mari kita mundur beberapa langkah kek. Sekarang kita lihat, di sebelah kiri kita itu ada pantai, memang jauh namun birunya laut akan nampak indah dipandang dari tempat kita berdiri sekarang ini".
Kakek itupun mengangguk, lalu berkata,"Pantai itu, terlalu banyak kenanganku disana, namun aku tetap senang menyendiri ke pantai itu hingga kini karena disanalah aku berjumpa dengan belahan hidupku, walaupun kini ia telah tiada".
"Nah kek, sekarang mari kita lihat di sebelah kanan. Bukankah ada lembah menghijau lengkap dengan perkampungan asri yang tetap memegang adat dan banyak kearifan lokal?"
Kali ini kakek itu hanya mengangguk, karena ia tahu sebagian besar tentang kampung itu. Ia dan istrinyalah yang dulu pertama kali tinggal di situ dan akhirnya ditunjuk menjadi kepala desa beberapa tahun kemudian.
"Lalu di depan kita ini kek, itulah gunung yang paling gagah dan menjadi tempat berlindung banyak hewan dan tumbuhan. Cagar alam dan sumber mata air bagi semua penduduk disini. Di atasnya langit biru dengan beberapa ekor elang yang terbang menjejak angkasa, jelas sungguh meneduhkan," ucap pemuda itu sambil menyeka keringat.
![]() |
Sumber:duniadahliablogspot.com |
****
Dalam kehidupan kita, tentu saja kita telah berbuat banyak sebagaimana yang dilakukan oleh ketiga pemuda tadi. Mereka membuat bangunan yang sama, namun cara mengerjakan dan menikmatinya tentu saja berbeda.
Henti sejenak, lalu mundur beberapa langkah, pandanglah kanan dan kiri, atas dan bawah, juga depan dan belakang, maka akan kita nikmati semangat baru dan mental baru untuk menikmati kebahagiaan. Bukan hasilnya saja yang dapat menggembirakan, namun prosesnyapun sudah membahagiakan.
Keindahan itu ada disini, di dalam pikiran dan hati kita.
Selamat berproses kawan, hidup itu sangat indah.