Sabtu, 13 Februari 2016

HAPPY PROUD, Kehidupan yang Membanggakan

Adalah kebahagiaan esok hari, saat kita bangun pagi, masih bisa mendengar sapaan hangat dari orang-orang kita cintai. Menikmati adzan subuh yang mendayu penuh semangat, bersujud meratakan wajah sejajar tanah, kehakikian manusia kepada asalnya, tanah!

Juga kebahagiaan kala esok pagi, segelas air putih, atau beberapa teguk susu atau teh, lengkap dengan menu sederhana, sepiring ubi goreng renyah menarikan lidah di cerahnya mentari beriring nyanyian riang burung gereja di pohon jambu depan rumah. 

Menyapa banyak orang yang lewat ; mbok jamu yang sudah sejak subuh tadi menghitung langkah demi beberapa lembar uang ribuan pengganti beras kencur dan jahe yang diolahnya sejak semalam, tukang roti keliling yang entah sudah beberapa kali lewat di depan rumah berharap kami kembali membeli. Juga tukang ojek yang bolak balik membunyikan klakson menanti tumpangan melambaikan tangan.

Ahhh.....
Kata banyak orang "Bahagia itu sederhana".
Bagiku, bahagia itu selalu sederhana.
Cukup berbagi,  selanjutnya kita akan memiliki. 
Milik kita adalah apa yang kita berikan pada orang lain. Makin banyak memberi, makin banyak kita miliki. Sesederhana itu saja!

Itulah sebabnya,  dulu almarhum Bapak pernah kutanya alasan beliau tetap membeli beberapa kue putu mayang dari pedagang keliling, meski di meja sudah ada sepiring kecil ubi rebus berkuah madu hutan. Beliau tetap membeli kacang mini ria (kacang atom) satu pack, meski yang kubutuhkan hanya sebungkus kecil saja. Juga beliau tetap meminta umak (ibu) membeli anyaman rotan buatan orang Belitung Barat, meski harus mengurangi jatah beras di dalam kaleng yang sering tak cukup untuk makan kami sebulan.

Jawab Beliau,"Suatu saat akan kau fahami jawabannya,  tidak di dalam otakmu, namun di dalam hatimu."

Ternyata,  bahagia itu memang sangat sederhana.  
Semua ada disini, di dalam hati kita. Sekeliling kitalah yang kian memperkaya maknanya. 
Semoga.....!

--pd KakekGuru, tks utk inspirasinya--

Kamis, 11 Februari 2016

Cerita Sejengkal Tanah

Kala anak-anak
Kita berkata," Orang kaya itu punya uang semilyar, tumpukannya setinggi rumah, ditutupi terpal tebal agar tak basah kala hujan, dan berkerut kala panas".

Di jelang remaja
Diriku berkata," Orang kaya itu bisa berganti baju sesuka hati, seragam sekolahnya penuh selemari, berangkat sekolah naik motor atau diantar mobil jemputan, dan tiap kali jajan tak perlu menunggu lapar".

Di saat remaja
Diriku berkata,"Orang kaya itu baunya wangi, dikerubungi banyak kawan nan cantik, berjaket kulit hitam dengan rambut bergaya tokoh idola, dan di waktu libur berplesiran ke luar kota, hingga kadang saat pulang nyaris seminggu tak kudengar ia berbahasa kampung".

Di jelang dewasa
Diriku mendengar beberapa orang berkata," Orang kaya itu sedikit bermimpi namun mewujudkan mimpi, menjelajahi banyak negeri, menikmati banyak cita rasa berlidah kata, dan taburkan cerita yang kadang membuat kami bermuram durja".

Di saat dewasa
Pernah kudengar seseorang berkata,"Orang kaya itu melambat dewasa karena berendam dalam kemanjaan dan kenikmatan dunia, melambat mandiri karena orang tua yang mengeloni, dan kadang ber-ego sendiri meski tak lagi sendiri".

Di jelang lansia
Baru tadi kudengar," Orang kaya itu tak melewati hak orang lain, meski hanya sejengkal tanah. Tak mendahului maksud orang lain, meski ia sendiri kian memahami akhir tuturan. Tak menganggap kekurangan adalah kemiskinan, karena kelimpahruahan jiwa banyak mereka miliki. Juga tak menunda memberi, karena milik mereka adalah apa yang mereka milki, bukan yang ada di dalam pundi-pundi berbalut pualam bermutu manikam".

Di radio ini
Kudengar nyanyian : "Orang kaya mati, orang miskin juga mati. Raja-raja mati, rakyat biasa juga mati Semua mati, menghadap Illahi.......

Rabu, 10 Februari 2016

RAUT

Limaratus tigapuluh tujuh hari
Rangkaian waktu
Tanpa rangkaian kata
Hanya curi kata
Untuk wajah temaram di jelang senja

Senyum
Raut menggelar
Taut menalar
Rajut membuyar
Alun rasa bersapu debu

Diam
Hening
Dalam kelam
Diriku memandang
Raut ratusan hari di relung dalam

Tak kan tertuntaskan
Karena nalar adalah batas keindahan rupa
Karena hati adalah batas jelas tanpa tanya
Karena senja berbiduk adalah cerita angkara rasa
Dalam bias cahaya berelung makna

Selasa, 09 Februari 2016

KANKER

Adakah kau dengar rintih melanda
Adakah kau rasa tubuhmu yang kian membesar
Adakah kau nikmati sajian demi sajian empunya tubuh yang kau tumpangi?

Makna demi makna
Mengalahkan erangan demi erangan
Mengabaikan isak tangis para pencari harap
Melupakan tetes demi tetes keringat dan airmata nan kian rapuh

Adakah kehadiranmu mengingatkan kami
Kesehatan ini yang utama
Berharap itu lebih utama
Dan mendekat pada Sang Maha Pemilik Jiwa adalah yang hakiki?

Tak kan pernah kering keringat ini berusaha
Tak kan pernah kering derai ini menjelma
Tak kan pernah kering mulut ini berdoa
Untuk sebuah rencana yang kami semua tahu jawabannya :
Kembali padaMu dengan ikhlas dan penuh suka cita.


Sumber gambar : www.foundationforwomenscancer.org

-Puisi untuk para sahabat yang sedang berjuang memaknai kanker, kami semua ikut berdoa untukmu sahabat-

Senin, 08 Februari 2016

Jatuh, Esensi Kehidupan yang Membangkitkan

Awal bermakna akhir satu perjalanan
Akhir bermakna awal dari perjalanan baru

*****

Turun naik, pasang surut, timbul tenggelam, hadir dan alfa.... Begitulah kehidupan. 
Kemaren menuturkan, hari ini menikmati, dan esok berharap menebarkan. Konsistensi memang sering menjadi masalah bagi sebagian besar dari kita, tidak hanya diriku, dirimu, juga kita semua.

Kala mimpi tergantung erat di langi-langit kamar, ketika nalar hanya menjadi sejumput asa di langit kelam, ketika jiwa tak jua menyatu memberikan rohnya pada tulisan dan tuturan yang hampir kehilangan nyawa, ketika itulah motivasi dan semangat terombang ambing dalam langit jiwa tiada bergaris tepi, buyar !

Namun semangat, tetaplah harus digoreskan, apapun keadaan kita. Bukan menulis dan menuturkan yang menjadi pemacu semangat, namun berbagilah yang menjadi penjejak diri yang tak kan pernah sirna di sepanjang usia.

Untuk itulah, pelan namun pasti. Blog ini kembali bergolak untuk kesekian kali. Entah ini sudah komitmen untuk bangun yang keberapa kali. Memang berkali-kali bangun, berkali-kali pula terduduk, terjatuh, dan terbenam. Namun bila setiap kali kita terjatuh dan memutuskan tak akan bangun, maka sejak itulah kita menjadi sesosok jiwa yang kehilangan nyawa sesungguhnya, ada namun tiada.

Tak penting berapa kali kita terjatuh, namun kita harus memastikan setiap kali terjatuh maka kita harus segera bangun menyongsong kehidupan, karena indah tak selalu ada disini, namun kadang harus jauh di hadapan sana, dalam ruang dan waktu yang selalu menjadi rahasia Sang Maha Pencipta.