Minggu, 29 Maret 2015

Para Penemu Makna : Mata Air Kesejahteraan


"Kita saat ini sedang memasuki abad baru, abad para pencipta! Mereka yang empati, merekalah yang menikmati. Mereka yang mencipta, merekalah yang mengolah rasa. Mereka yang berinovasi, maka merekalah yang menggapai prestasi".

*****

Sederet kalimat berapi, kubaca siang ini. Deretan kalimat yang sudah kesekian kalinya sering menggelorakan diri, hingga entah sudah berapa kali kalmiat yang sama kutuliskan ataupun kutayangkan pada berbagai acara pelatihan. Kalimat yang beratus hari lalu juga telah menggelorakanku di jelang sisa rambut hitam yang masih ada. Kalimat yang sengaja diucapkan oleh seorang novelis wanita di hadapanku saat diriku menjadi salah satu peserta pelatihan inspiratif yang dibawakannya.


"Ah....Trainer itu bisanya dia saja, hanya bisa bicara, namun jarang ada bukti nyata," begitulah ucapan dalam hati beberapa dari mereka saat kutatap matanya pada pelatihan yang kuawali beberapa tahun lalu.
Tak kupungkiri, ada sederet wajah ragu dari tatapan mereka padaku. Tatapan yang pada awalnya bagi banyak orang malah akan membuat kita kian ragu, namun tidak bagiku. Tatapan itu malah semkain meyakinkanku untuk megolah rasa mereka agar makin memahami maksud dari deretan kalimat tersebut.

"Saudara sekalian, menyambung apa yang baru kita baca tadi, mari kita ulas dan diskusikan bersama," begitulah ujarku mengawali sesi pagi ini.
"Mari kita lanjutkan slide berikutnya.........."

"Kalau kita fahami slide ini, dapat kita pertegas bahwa hingga abad ke-20, perubahan yang terjadi sangatlah lambat, hanya evolusi. Mereka yang bertahan hingga kini adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan baik pada alam. Bila mereka tak mampu beradaptasi, maka akan punah. Jerapah akan memanjangkan lehernya untuk mencapai ketinggian daun-daun muda, bukan pohonnya yang memendek agar jerapah-jerapah pendek dapat menikmati banyak daun muda dengan mudah dan bermalas ria". Kulihat beberapa dari mereka kini mulai memaksakan diri untuk membuka mata lebar-lebar, menyimak dengan sebenarnya.


"Pada abad ke-18, para petanilah yang menjadi pemilik negeri ini. Mereka yang menjadi tuan tanah, jelas adalah tuan dari segala tuan di negeri ini. Petani penggarap hanyalah penghias negeri yang kadang kurang dihargai, kecuali hanya dengan sedikit rezeki penghapus lapar di terik mentari.


Kemudian di abad ke-19, sejak revolusi industri, para buruhlah yang menjadi pemilik negeri. Para Tuan Kuasa, Anemer, pemborong, dan pengusaha industri menjadi pemilik sejati. Merekalah para penguasa buruh tiada terkirakan.

Lalu pada abad ke-20, para intelektual yang menjadi pemilik sesungguhnya. Merka yang menemukan, berinovasi, dan berimprovisasi hingga diciptakan beragam alat dan teknologi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Mereka yang ber-IQ tinggi, jelaslah mereka yang menjadi pemilik kehidupan sejati. Sayang kini kita telah memasuki abad ke-21. Kuulangi...abad ke-21!," ujarku sedikit meninggi.

"Kini kita memasuki era baru, abad ke-21 adalah zaman baru bagi masyarakat baru yang sadar diri. Lebih banyak dibutuhkan para kreator, inovator, dan penemu makna. Para kreator yang akan selalu mengkreasikan banyak ekspresi diri dengan segenap kesungguhan hati. Mereka-mereka yang mempertajam dan mengasah diri, tidak hanya ketajaman intelegensi, namun juga ketajaman emosional, juga spiritual".

"Para inovator yang selalu meningkatkan dan menambahkan nilai tambah yang signifikan, menciptakan bentuk-bentuk baru yang unik, lucu, berarti dan kian bermartabat. Listrik memang telah ditemukan sejak Thomas Alva Edison bermandi ria kala hujan berpetir di lapangan terbuka, bola lampu pijarpun telah ditemukannya meski konon katanya harus melewati 999 kali kegagalan hingga ditemukan metode dan cara menciptakan bola pijar yang dapat kita nikmati hingga kini. Namun hal ini belumlah cukup, para inovatorlah yang kemudian menjadikannya semakin bernilai tambah, berlipat-lipat. Lampu hemat energi, teknologi lampu LED, dan berbagai varia, jenis, dan bentuk bola lampu telah menjadi bukti hebatnya para inovator di abad ke-21 ini. Amati, tiru, dan modifikasi benar-benar telah menemukan makna sesungguhnya."

Beberapa dari mereka kini mulai merubah cara duduknya, entah karena serius, atau karena pantatnya kian terasa panas sebab sudah hampir duapuluh menit ucapanku terus mengucur tanpa henti. Mungkin bukan ucapanku yang menarik, namun karena gambar slide yang baru kutampilkan : deretan perubahan dari seekor monyet hingga menjadi seorang lelaki metroseksual bergadget ria!

"Akibat perkembangan teknologi yang sangat luar biasa di abad ke-20, gol oriented, usaha berbasis hasil menjadi standar yang harus dicapai. Dampaknya, lahirlah generasi yang tajam, cerdas, namun memilah dan memisah. Di sisi lain, mereka menjadi generasi yang pasti, analitik, lembut namun keras, dan tanpa basa basi. Berhubungan dengan orang lain bila ada kepentingan, dan mengukur kesuksesan dari apa yang dicapai, bukan apa yang dirasakan dan dimaknai.

Akibatnya, muncullah generasi goal oriented yang lebih mendahulukan IQ ketimbang EQ,  hari dan emosi dipandang sebagai hambatan, hatipun menjadi lembek dan lemah," sedikit kuturunkan suara saat mengatakan hal ini. Ada tarikan nafas dalam saat kuucapkan, tak mampu kusembunyikan ada rasa kecewa mendalam melihat kerapuhan yang banyak kusaksikan di sepanjang perjalanan kehidupan.

"Para Penemu Makna, merekalah yang kini lebih banyak kita butuhkan, Mereka yang mampu menemukan, menyatukan, hangat, gembira, indah dan bersahabat. Mereka yang melihat dunia dengan kegembiraan, bukan karena keserbalengkapan, namun juga saat dalam serba ketiadaan, karena ketiadaan adalah kenisbian, bukan tidak ada samasekali.

Para Penemu Makna, merekalah yang empati, ahli merasakan hati sesama. Kegembiraan berbagai, kegembiraan menikmati, dan kegembiraan berempati. Mereka yang bukan hanya berhubungan, namun merawat hubungan. Relationship dalam arti sebenarnya, persaudaraan sesama dalam cinta dan kebersamaan.

Para Penemu Makna adalah mereka yang bukan hanya berhubungan karena ada kepentingan, namun memberikan hadiah atas keindahan kebersamaa, karena kita dan dunia adalah hadiah tak ternilai dari Sang Maha Pencipta".

Pada bagian ini, kubiarkan mereka merenung dan hening atas apa yang kukatakan, juga kutuliskan di hadapan. Sebuah instrumen tunggal Kenny G "innocence: kini mengalun sempurna, mengiringi mereka yang mulai memejamkan mata demi penyadaran diri. Kenikmatan yang segera kuhantarkan untuk menikmati alfa dan tetha yang sangat luar biasa. Penyadaran atas banyak diri yang tak dimaknai, gelora rasa yang kadang tak dikenali, dan luapan makna yang sering tak ditandai.

Orizzuru kini mengalun lemah, tenang, dan menghantarkan.
"Sahabat sekalian....
Sudah puluhan tahun kita disini, di bumi indah yang diciptakan Tuhan sebagai hadiah untuk kita. Sudah puluhan tahun pula kita berbuat, banyak bagi kita, namun masih sedikit bagi orang lain. Juga sudah puluhan tahun kita menebar rasa, namun masih sedikit rasa jiwa yang kita tandai.

Puluhan tahun kita berbuat.....
Namun fahamilah, semua yang telah kita perbuat itu seperti air hujan yang jatuh di pegunungan ataupun dataran tinggi. Air yang turun, akan mengalir di permukaan tanah, membasahi bumi, mengairi sawah, menembus semak belukar, berkumpul menjadi anak sungai, hingga akhirnya ke muara dan menyatu bersama laut. Kemudian membentuk uap air dan awan, akhirnya kembali menjadi hujan. Berpuluh kali, beratus kali, hingga beribu-ribu, atau malah jutaan kali hal ini terjadi, sepanjang takdir penciptaaan!

Bila apa yang kita perbuat, tindakan yang kita lakukan, dan prestasi yang kita raih ini diumpakan air hujan, maka air yang di permukaan bumi itulah yang kita nikmati saat ini berupa uang, gaji, bonus, jabatan, penghargaan dan kebanggaan. Hanya akan berlaku saat, hanya akan dikenang sesaat, karena air hujan itu akan segera menghilang, berlaku sesaat, bahkan bisa menghanyutkan, menjadikan longsor dan musibah bila tak dikelola dengan baik.

sumber gambar : pompa-air.blogspot.com
Namun tahukah sahabat sekalian........
Air hujan yang jatuh di pegunungan atau dataran, ada yang akan masuk ke dalam perut bumi. Makin subur permukaan, rumput-rumput kian hijau, dan akar-akar pohon kian kokoh dan menjadikan semakin banyak air permukaan yang masuk ke dalam perut bumi. Air ini kemudian akan menyatu di dalam bumi, menjadi banyak mata air, membentuk sungai-sungai bawah tanah, dan airnya yang jernih akan menjadi sumber kehidupan tak ternilaikan, apalagi di saat kekeringan menjelma.

Lantas apakah makna mata air tersebut?

Inilah yang kita sebut mata air kesejahteraan yang tak akan pernah kering, amal-amal yang telah kita perbuat di setiap tindakan perbuatan yang kita lakukan. Perbuatan yang tak kita perlihatkan pada orang lain, amal-amal yang tak kita pertontonkan pada orang lain. 
Inilah mata air kehidupan yang tak akan pernah kering, mata air yang sangat jernih dan menyehatkan. Bukan hanya melepas haus dan dahaga, namun mata air untuk kesejahteraan di masa mendatang.........."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar