"Perubahan, satu-satunya yang abadi dalam kehidupan itu adalah perubahan itu sendiri," begitulah yang pernah dikatakan seorang teman dalam salah satu sesi training yang pernah kuikuti beberapa tahun yang lalu.
"Kita tidak bisa mengatakan tidak siap menghadapi perubahan, karena suka atau tidak, disadari atau tidak, diinginkan atau tidak, perubahan itu tetap akan terjadi. Maka bersiaplah....!", lanjutnya kemudian..
Ucapan teman tadi sangat kuingat saat seorang teman di Kalimantan tadi sore bercerita padaku tentang banyak kesulitan yang ia alami karena hampir separuh karyawannya mengundurkan diri, pindah ke perusahaan lain, atau memutuskan menjadi seorang entrepreneur.
"Aku sedih karena mereka adalah andalanku selama ini, namun mereka berhenti karena alasan yang sulit kuterima. Selama ini mereka sudah kuperlakukan dengan baik. Dulu saat masuk, nyaris mereka tak punya ketrampilan apapun memilih intan yang baik, memilahnya, menentukan desainnya, memutuskan untuk menjadikan perhiasan apa, apalagi menentukan harga jual dan mempromosikannya. Kini setelah mereka punya kemampuan seperti itu, mereka memutuskan untuk pergi, padahal aku sangat mengandalkan mereka," ucapnya dengan nada sedih.
"Sabar kawan, kita harus ikhlas," ucapku sedikit menghibur, meskipun diriku juga prihatin karena hal yang sama juga pernah kurasakan beberapa tahun lalu.
"Aku ikhlas bro, hanya sedih dan bagaimana membesarkan hati sebab aku sudah berbuat yang terbaik untuk mereka saat ini. Kalaupun selama ini ada tindakanku yang keras, itu juga tak selalu kulakukan. Sering malah aku sangat lembut pada mereka, bahkan cenderung lunak," ucapnya seolah menyesali apa yang telah dilakukannya selama ini.
"Begini fren, saat diriku mengalami hal yang sama dulu, seorang guru bijak pernah bercerita padaku tentang kisah telur, wortel dan kopi. Kurasa cerita ini cukup inspiratif untuk membesarkan hatimu," ujarku.
"Saat seseorang baru memasuki dunia kerja sebagai karyawan baru, mereka sebetulnya ada tiga tipe, yaitu bermental telur, wortel, dan kopi. Mereka yang bermental telur, mengawali pekerjaan seperti telur yang tampaknya halus, manis, menyenangkan, namun rapuh dan mudah pecah. Setelah beberapa lama mereka bekerja, menjadi seperti telur yang direbus dalam banyak intrik pekerjaan, hingga ia menjadi keras, mau menang sendiri, bahkan super ego. Ini diriku, kau tak mampu sehebatku, tak pantas kau mengguruiku, apalagi karyawan yang lebih yunior dariku. Alhasil, mereka menjadi pribadi yang nyaris tak tersentuh samasekali, ego tingkat satu"
"Mereka yang bermental wortel, awalnya nampak keras, namun setelah digodok air panas dalam panci pekerjaan, ia menjadi sangat lembek, bahkan saking lunaknya hingga tak nampak lagi identitas aslinya. Ia menjadi orang yang nyaris tak berani berinisiatif, berteriak lantang, apalagi melemparkan ide ide kreatif. Ia menjadi karyawan yang cengeng, ikut arus, hingga kadang seperti orang yang mengekor saja. ABS, asal bapak senang, maka akan kukerjakan".
"Mereka yang bermental kopi, makin diaduk panasnya air pekerjaan, ia akan makin wangi dan menyenangkan, apalagi bila ditambahkan gula, susu, atau penganan pendamping. Ia pasti akan makin enak dan membanggakan. Sangat sulit memang kita mendapatkan orang yang seperti ini, karena itu diri kitalah yang terlebih dahulu menjadi kopi itu. Jadilah pribadi yang harum, wangi, menyenangkan, dan membanggakan".
"Terima kasih bro, mulai kufahami maksudmu. Tapi dirimu kan Trainer, apa cukup jadi kopi? Bukankah kau tidak bisa memilih calon karyawan? Tugasmu kan bukan seleksi dan rekrutmen, tapi memberikan pelatihan agar mereka yang terpilih bisa menjadi pribadi pribadi yang diunggulkan untuk mencapai sasaran dan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan?", tanyanya penuh rasa ingin tahu.
![]() |
Sumber :khalivali.wordpress.com |
Bahkan tidak sampai disitu, kan kuminta karyawan bermental bawang merah bawang putih, dan bawang bombay yang baunya tajam. Juga mereka yang bermental lada yang pedasnya melebihi cabe, dan mereka yang bermental daging ayam atau daging sapi yang sekilas enak namun bila lama disimpan bisa membusuk. Tak kan kutinggalkan pula mental makaroni yang bentuknya melengkung mirip mereka yang pemalas, suka tidur, banyak merenung dan berkhayal, namun setelah direbus menjadi lebih lunak dari wortel.
Mereka semua menjadi enak setelah kutaburi butiran garam, training yang kulakukan dalam semangkuk wadah indah berhias pemberdayaan diri. Tidak perlu banyak trainin, cukup sesuai kebutuhan karena taburan garam yang terlalu banyak akan mengasinkan sup hangat yang siap disajikan dan dinikmati para penikmat kehidupan. Duhhhhh enaaaaakkkkknnnnyyyyyaaa........."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar