Rabu, 22 Agustus 2012

Saksi Ramadhan


Di Ramadhan ini Aku menjadi saksi
Atas tetesan airmata seorang Bapak untuk anaknya
Kasih sayangnya sepanjang hayat
Tak kan lekang meski wajah makin bergurat
Tetesan keringat penuh warna yang telah ia buat
Tak kan pernah ia sesali
Tetesan darah yang telah ia penuhi
Itulah wujud kasih sayangnya yang tiada tertuturkan
Tak kan lekang meski dunia terus menerjang
Hingga kehidupan akan dipenuhinya dengan kebahagiaan

Di Ramadhan ini Aku menjadi saksi
Atas airmata kehidupan seorang adik untuk sang abang
Tubuh yang dingin menjelang malam
Meski digoyang, iapun tetap tak meradang
Tetap hening
Tetap diam
Tetap tak bertutur
Hanya senyuman
Hanya tangan bersedikap
Ia telah bersholat menghadap Sang Maha Pemilik Nyawa
Sang Maut telah menjemputnya dengan penuh kebanggaan
Ia Pemuda soleh yang sangat dirindukan Tuhan
Tak kan pernah panjang usianya
Ialah kekasih tiada terhingga

Di Ramadhan ini Aku menjadi saksi
Atas airmata kebahagiaan bercampur duka tiada terhalang
Seorang sahabat telah menghadap Sang Maha Kuasa dengan penuh kebanggaan
Ashar itu begitu indah
Duduk bersimpuh ia dalam zikir yang dalam
Hingga tak didengarkannya lagi panggilan sang anak selepas mandi
Hingga tak dihiraukannya pelukan dan tangisan sang istri tercinta
Ia telah menghadap Sang Maha Pemilik Jiwa
Sore duapuluh tujuh Ramadhan
Puasa itu telah menghantarkannya
Puasa itu telah memenuhi doanya untuk selama-lamanya

Di Ramadhan ini Aku telah menjadi saksi
Atas orang tua yang bahagia melihat bijaknya sang alam memelihara keluarganya
Atas airmata tak terhingga mendengar banyak tuturan para bijaksana
Atas dada yang berbangga merasakan indahnya Ramadhan di penghujung usia
Ia terus berucap
Empat kali khatam sepanjang puasa
Cukuplah bukti kuatnya jiwa bersiap menghadap Sang Maha Pemilik Rasa

sumber : ygennet.or.id
Di Ramadhan ini Aku menjadi saksi
Atas banyak gejolak rasa seorang lelaki jelang lansia
Atas banyak tuturan bernurani
Atas banyak tetesan makna diri
Selembar sajadah sering menjadi penyejuk di tengah malam
Curahan hati sang lelaki hanyalah dimaknai Sang Maha Pemilik Hati
Gundah gulana itu memang belumlah tuntas
Resah gelisah itu memang belumlah tumpas
Hanya sedikit riak
Ia sangat menyadari
Inilah gejolak rasa lelaki jelang lansia

Di Ramadhan ini Aku menjadi saksi
Atas banyak pikiran
Atas banyak tuturan
Atas banyak hati
Atas banyak rasa
Bersalut dan bertaut
Berkulit dan mengeriput
Menetes dan mengalir

Tautan demi tautan itu akan terus melaju dan berpacu
Hanya pikiran, tuturan, hati dan rasa yang akan menjadi jangkar diri
Jangkar kehidupan agar kapal yang berlayar tak lupa untuk bersauh sejenak di tepi bumi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar