Rabu, 27 Juni 2012

Bola Golf


Manusia selalu butuh simbolisasi, meski kadang simbol itu kurang memberi arti bahkan kadang kontroversi. Arus globalisasi kadang mengalir deras tanpa pernah dapat terbendung, jangankan kawasan perkotaan, perkampunganpun sering harus kehilangan identitasnya demi sebuah fanatisme perubahan  yang disebut hidup modern.

Tiga ratus limapuluh tahun Indonesia dijajah, mungkin inilah salah satu alasan hingga saat ini masih banyak tersisa feodalisme di tengah masyarakat : Bos seperti Tuhan yang bebas berkehendak, sedangkan bawahan hanyalah tempat eksploitasi dan kadang objek penderita. Jauh dari ideal, karena bawahan seharusnya menjadi asset bukan omset. Bukan hanya itu, perampasan hak-hak rakyat dan destruksi intelektual pada rakyatpun sering menjadi alasan legal untuk sebuah gaya hidup modern. Semua seakan mengakar dan berurat, menghunjam jauh hingga ke inti bumi, membakar dan menggoyang tanah hingga harus semburat menghambur laksana terpompa hempasan ledakan dinamit!

Sudah sepuluh hari rumah kontrakan baru ini kami diami, sudah sepuluh pagi pula kulihat  selalu berserakan buah rambutan setengah mengering berjatuhan di depan halaman rumah, sudah sepuluh pagi pula kubiarkan buah rambutan itu mengering dan kemudian disapu sang empunya tanpa boleh disentuh siapapun samasekali. Bertumpuk sudah buahnya bercampur abu bekas pembakaran daun, namun itu sudah tidak mengusikku untuk mengambil buahnya apalagi memakannya. Cukuplah sudah penderitaanku sepuluh hari yang lalu : dipelototi dan dibentak karena mengambil buah yang kering oleh gadis cantik anak sang empunya rumah.

Sepuluh hari sesungguhnya hari yang menyakitkan bila mengingat buah rambutan kering yang kulitnya sudah dibuka dan siap masuk ke mulut terpaksa harus gagal dimakan karena ditepis oleh dayang itu! Namun tak perlulah kuingat mendalam karena rasa sakit pasti akan tambah menyakitkan.

Janganlah kita menyenangi segala sesuatu itu secara berlebihan, karena boleh jadi ada keburukan di dalamnya. Janganlah pula kita membenci sesuatu itu secara berlebihan, karena boleh jadi ada kebaikan yang terkandung di dalamnya,” begitulah ucapan Kik Kambut lebih dari dua tahun yang lalu saat kami harus kehilangan adik bungsuku Faruz yang meninggal sepulang dari Rumah Sakit Manggar  waktu itu.

Tapi bagaimana caranya pak?” tanya umak saat itu.

Balikkan saja situasinya, pandang dengan cara berbeda. Artinya bila kita berbahagia, ingatlah saat kita sedang sedih. Begitu pula sebaliknya, saat sedang sedih selalu ingatlah hal-hal yang membahagiakanmu dan menyenangkanmu”.

Inilah yang kulakukan saat ini, tanpa disadari sudah kubalikkan fakta yang ada: Kesakitan dan kesedihan telah kurubah menjadi kebahagiaan dan kemudahan. Kubayangkan betapa indahnya pengalaman pertamaku menjalani Pelataran Samak seminggu yang lalu, mengingat dayang ayunan yang asyik berayun di bawah pohon seri yang rindang di rumahnya yang megah, besar dan luas. Melihat keajaiban pemandangan lengkap dengan gedung-gedung yang tigaribu enam ratus derajat berbeda dengan kampungku; gubuk reot dan tak bercat berganti rumah beton berarsitektur Eropa, rumah membarongan· berganti pondok lesehan dikelilingi patung-patung indah yang mengelilingi kolam ikan, jalanan becek selebar tigapuluh sentimeter berbataskan rumput ilalang berganti jalan aspal selebar tiga meter berbataskan parit semen selebar duapuluh sentimeter dan setinggi hampir limapuluh sentimeter.
lap golf itu kini tinggal cerita

Semakin indah bayanganku, semakin ingin kuraih lanjutan perjalanannya. Perjalanan yang masih tersisa menjelajahi Pelataran Samak, Kuboran Belande, Rumah Kawilasi, Batu Keramat, hingga Padang Golf yang katanya luas menghijau seperti lapangan bola yang tak bertepi!



· membarongan : pondok di kebun atau ladang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar