Minggu, 29 April 2012

Di Balik Lahirnya Sebuah Buku

Sebuah karya, baik karya ilmiah maupun karya sastra tentu tak pernah datang secara tiba-tiba tanpa ada proses yang panjang. Demikian juga dengan lahirnya novel "Syair Keranjang Pempang" ini. Tentu saja, ada pendahuluan dan latar belakang yang bermakna dalam perjalanan awal lahirnya novel ini.

Banyak orang mengatakan "Life begin fourty". Jelas ada yang membenarkan, namun ada pula yang menyanggah. Namun diriku tak mau beropini tentang hal ini, cukuplah debat ini menjadi bahasan mereka yang secara intelektual di atas kita. Diriku hanya ingin mengatakan bahwa idiom di atas sangat bermakna untukku, lebih karena tepat pada malam pertama di usia itulah berhasil dilahirkan sebuah tulisan yang tak pernah kuduga samasekali mampu kuselesaikan. Delapan halaman hanya dalam waktu tiga jam, mulai dari jam 01.00 hingga 03.30 wib. Tulisan yang sebelumnya pernah beberapa kali kutulis, namun tak pernah berhasil!

Keesokan malamnya, jari ini makin menari-nari. Otak, pikiran, dan rasa benar-benar menyatu. Hal yang sama terus berlanjut hingga beberapa bulan kemudian. Alhasil, kurang dari setahun hampir 500 halaman sudah terhamparkan. Meski semuanya masih dengan bahasa yang kadang nyaris tak bermakna, kecuali hanya curahan hati saja.

Jumlah halaman yang sedikit bagi banyak orang, namun sangat banyak bagi diriku karena pada akhirnya proses menghamparkan perasaan itu sengaja kulakukan pada malam-malam libur saja.

Jatuh bangun pernah terjadi beberapa kali, nyaris tak terhitung. Dorongan terbesar adalah keinginan diri saja, tanpa hal itu maka impian-impian hanyalah jadi sepotong coretan di langit biru yang sangat luas.
Almarhum Bapakku, tentu saja salah seorang yang mampu membangkitkan semangatku di tengah "centang perenang" emosi diri tak beraturan. Saat muncul keraguan untuk mempublikasikannya, secara khusus beliau menepuk bahuku dan berkata,"Tulisanmu indah, tanpa kau publikasikan dan menjadi buku saja sudah menggembirakanku". Ucapan yang ia sampaikan dengan tulus, di saat usianya jelang 75 tahun dan makin bertarung dalam kekuatan yang mulai dicabut oleh Sang Maha Pemilik satu persatu. Saat itu ia sudah tidak bisa membedakan bau, pembauannya benar-benar sudah hilang. Namun rasa seni dan ketajaman hatinya makin bergelora.

Ucapan sederhana, dari orang yang sederhana, dengan kalimat yang sederhana, namun dengan semangat yang luar biasa. Ia telah membalikkan keadaanku, lebih dari apa yang kupikirkan!

Kadang di perjalanan juga ada banyak hentakan yang muncul, nafsu duniawi sering mengaburkan diri. Alhasil, bila tubuh, pikiran, hati dan rasa masih diselubungi nafsu duniawi, tak akan seberkas hurufpun mampu dituliskan, apalagi kata dan kalimat penuh makna.

(sekilas cerita awal dibalik penulisan novel ini, berlanjut pada edisi selanjutnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar