Rabu, 30 Mei 2012

Musim Kulat


Meski Indonesia hanya mengalami dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, namun banyak dari penduduknya yang bermanja diri dengan kenyamanan dan kemudahan yang ada. Seringkali terjadi bila musim hujan maka akan banjir sejadi-jadinya, dan saat musim kemarau akan kering sejadi-jadinya pula.

Hampir tak ada antisipasi yang berarti telah dilakukan oleh generasi kini dalam menghadapi siklus alam yang sudah pasti datang setiap tahunnya. Benarlah bila sebagian besar orang tua mengatakan bahwa generasi sekarang kurang bisa menghargai alam, jarang belajar dari alam, dan kurang mampu memaknai tanda-tanda alam. Benarlah pula bila ada dari mereka juga mengatakan bahwa generasi sekarang hidup hanya pada alamnya saja, hidup hanya saat ia hidup, hidup di masa kini dan tanpa mempersiapkan bekal yang cukup kepada generasi setelah mereka!

Di kampungku, sungguh cukup banyak bukti bahwa generasi pendahulu telah memikirkan tentang semua anak cucunya kelak. Mulai dari kebun durian yang pohonnya berdiameter hampir satu meter dan berumur puluhan tahun, kebun duku yang berjajar rapi di sepanjang pinggiran jalan, hingga hutan rimba yang berjarak kurang dari setengah kilometer di belakang rumahku. 

*************


“Mak......kami dapat banyak kulat. Semuanya kulat pelandok Mak, aku yang pertama kali melihatnya Mak, Abang yang mencongkel dan memasukkannya ke ambong. Mantap benar.... teriakku sambil berlari kegirangan.

“Oi banyak benar dapatnya, kalau begitu dapatlah kita berbagi dengan tetangga kita. Cik Kasni kita beri yang sudah mengembang lima buah, yang masih kemumoknya lima juga. Cik Denan juga sama, kalau cik Ai tak usah karena ia sedang tidak ada di rumah malam ini. Besok untuk cik Ai baru kita beri”.

“Kan susah mak mencarinya, mengapa mesti dibagi-bagi. Untuk lauk kita makan malam ini kan bisa tak cukup, kita kan ramai mak. Semuanya di rumah ini kan ada enam orang”.

“Sedikit atau banyak, kita tetaplah harus berbagi. Kalau sedikit yah kita bagi sedikit, kalau banyak ya kita bagi banyak juga. Rezeki kita tidaklah akan berkurang kalau dibagikan, malah akan selalu bertambah. Kalaupun tak bertambah di dunia, Insya Allah di akhirat kelak akan bertambah. Tapi ingat, semuanya haruslah ikhlas. Tanpa keikhlasan, semuanya tidak akan berarti samasekali,” lanjutnya.

************

“Banyak ya Pak jenis kulat ini? Kalau yang tadi namanya kulat pelandok, adakah nama kulat yang lain? tanyaku saat kami semua sedang beristirahat sambil menikmati lagu keroncong persembahan Waljinah berjudul Pahlawan Merdeka dari sebuah radio Telesonic; Satu-satunya barang elektronik termewah di rumahku saat ini.

“Oh banyak sekali. Ada kulat pelandok yang sering disebut jamur merang, yang kalau di hutan hidupnya banyak di bawah pohon yang sangat rindang seperti pohon kabal; Lalu ada kulat kawan· yang warnanya kecoklatan dan hidupnya selalu dengan banyak kelompok, dan setiap kelompoknya bisa ratusan jumlahnya. Kulat ini banyak hidup di bawah rindangnya pohon pelempang hitam; Kemudian ada kulat tiong· yang ukuran kecil-kecil sebesar jari kaki dan berwarna merah, ini kulat yang tumbuhnya sembarang tempat tapi paling banyak di padang ilalang; Ada juga kulat pepa yang sekilas mirip dengan kulat pelandok, hidupnya juga bergerombol, warnanya persis seperti kulat pelandok namun akarnya atau tampuknya tak berkaos kaki atau berbungkus. Ini kulat beracun; selain itu ada juga kulat tahun yang sering kau makan dengan dipanggang itu. Kulat tahun adalah kulat yang tumbuh sepanjang tahun, banyak hidup di tanah berpasir seperti di bawah rumah kita yang masih berpanggung dulu atau di pinggir rumah sekarang ini, jelasnya.

“Tapi sayang pak, tak ada satupun dari kulat ini yang kokoh, semuanya cepat sekali remuk, rapuh, dan hancur. Seandainya saja.....

“Eit...eit...janganlah kau berpikir bahwa karena kulat terlihat lemah, rapuh dan cepat hancur itu menjadi kekurangannya. Itulah kelebihannya! Karena kulatlah maka banyak sampah yang akhirnya bisa cepat jadi penyubur tanah, karena kulat juga kehidupan ini jadi berwarna warni. Mungkin karena rapuhnya itulah ia ingin mengatakan pada dunia bahwa dibalik kekurangan fisik yang dimilikinya, ia punya kelebihan yang tak dimiliki tanaman manapun! seperti Filsuf kudengar ucapan bapak.

Socrates yang ia kagumi sejak masih Sekolah Rakyat di jaman Belanda dulu ternyata tak pernah pupus dari pikirannya. Kata-katanya tetap menari-nari, teori-teori kehidupannya mengalir deras, dan idiom-idiom penuh makna terus dikumandangkannya. Sungguh Ia pengagum sejati!


· kulat : jamur
· kulat kawan dan kulat tiong : jenis jamur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar